Pages

Kuliah Pengabdian Masyarakat(KPM)

Saat dikunjungi oleh panitia Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM). Lokasi KPM di desa Mancilan Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang.

Banjari

Pengajian dalam rangka halal bi halal yang berlangsung di depan rumahku. Sangan mengesankan dan juga tutur pinutur yang merasuk dalam hati hingga saat ini.

Ibnu Siena

Dengan backgroudnya para pengasuh PP darul 'Ulum tuk memotifasi agar tekun selalu beribadah ISTIKOMAH!!!!

STM

Dengan bisa memahami cara kerja motor listrik dengan semangatnya teman teman saat praktek kelulusan Pasti Bisa, dan tidak lupa tetap narsis hehee

Tasyakuran Khatam Kitab

Tolong aku Seumur hidup baru sekali kejebur di lautan (Pantai bulu tuban yang banyak ikannya.)

Selasa, 02 Oktober 2012

Tips cara blog bisa masuk google search engine, yahoo, dsb

Sumber pengunjung blog kita bisa dari direktori web, mesin pencari, tautan / link dari website lain dan kunjungan langsung ke alamat / url situs kita. Untuk bisa dicrawl dan diindex google, situs kita harus ditemukan oleh sistem bot google yang akan menelusuri blog kita dan menampilkan situs kita di hasil pencarian google.
berikut ini adalah beberapa cara agar situs web kita kenalan dengan bot punya google, yahoo, dan kawan-kawan :
1. submit url situs web atau blog kita di sistem milik google, yahoo, dll.
- www.google.com/addurl/
- www.google.com/webmasters/tools/ (khusus yang ahli saja / expert)
- www.submitexpress.com/submit.html (pihak ketiga)
- www.altavista.com/addurl/default
- search.yahoo.com/info/submit.html
2. submit alamat blog / situs ke web direktori terkenal
- www.dmoz.org
3. promosi baik-baik
- pasang signature email kita yang ada link blog atau website kita (hati-hati email kita diangap spam)
- pasang signature di komentar blog atau forum walaupun nofollow
- pasang iklan di iklan online gratisan
- masukkan blog kita di web direktori lokal dan internasional sebanyak-banyaknya
- daftar direktori blog seperti blog-indonesia.com
- pakai pakaian atau atribut yang ada tulisan alamat situs kita
- kalau kenalan sama orang lain di internet jangan lupa promosi blog kita.
- pasang link blog kita di profil friendster, facebook, hi5, myspace, dan lain-lain.
4. rajin menebar link blog aktif kita di internet
carilah forum atau blog yang memperbolehkan kita posting link aktif follow web kita di situsnya. seperti memberi komentar atau respon balasan thread di forum komunitas dengan melampirkan link di signature kita. cara ini lumayan ampuh untuk menarik pengunjung dan banyak bot search engine.
-----
Tambahan :
Yang perlu diingat dan diperhatikan adalah proses mulai dari crawl sampai index bisa memakan waktu sebentar maupun lama suka-suka sistem google. Bisa dalam hitungan jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya. Jadi harap sabar dan jangan mudah putus asa. Jangan bergantung pada meisn pencari saja, tetapi gunakan metode promosi lain.
Kalau buat blog jangan cuma copy paste dari website lain karena google bisa mendeteksi kejahatan hak cipta semacam itu. Buatlah tulisan blog sendiri biarpun jelek karena lama-lama kita bisa jadi ahli menulis.
Artikel atau tulisan blog yang bagus tidak selamanya bisa memancing orang / pengunjung untuk memberi komentar. Komentar bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan. Konsentrasilah pada jumlah pengunjung ketimbang jumlah komentar blog.
Semoga membantu :D

Senin, 01 Oktober 2012

Shalat Sunah Awwabin

Istilah Awwabin mungkin masih terasa asing ditelinga sebagian orang, hal ini mungkin disebabkan karena memang masalah ini jarang sekali dibahas. Meskipun sebenarnya istilah Awwabin ini telah disebutkan disejumlah hadits nabawi.
Terlebih bila kata Awwabin dikaitkan untuk nama sebuah amalan shalat sunnah, bisa dikatakan hal ini hanya familiar dikalangan tertentu saja. Karena itu diedisi jum’at kali ini, kita akan mencoba mengurai tentang apa itu Awwabin dan hukum shalat-shalat yang sering disebut sebagai shalat Awwabin.
Makna Awwabin
Kata Awwabin jama' (bentuk plural) dari Awwab, maknanya: orang yang taat, yang kembali kepada ketaatan, atau orang yang kembali  kepada taubat dan ketaatan. [1]
Menurut Imam al-Shan'an rahimahullah "Al-Awwab adalah sebutan bagi mereka yang banyak kembali  (bertaubat) kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dan melaksanakan perbuatan-perbuatan baik."[2]
Apa Maksud Shalat Awwabin ?
Mayoritas ulama menyatakan bahwa penamaan shalat sunnah ba’da maghrib sebagai shalat Awwabin adalah tidak tepat. Karena istilah awwabin yang sesuai itu adalah untuk shalat sunnah dhuha. Ini Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Shalat Awwabin adalah apabila anak onta sudah merasa kepananasan di waktu Dhuha." (Mutafaqqun ‘Alaih)[3]
Dan dalam sebuah hadits lainnya disebutkan perkataan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu  :  "Kekasihku shallallahu 'alaihi wasallam mewasiatkan kepadaku untuk berpuasa tiga hari dari setiap bulan, shalat witir sebelum tidur, dan dari shalat Dhuha, maka sungguh itu adalah shalatnya awwabin (shalatnya orang-orang yang banyak taat kepada Allah)." (HR. Ahmad dan Ibnu Huzaimah)
Kalangan ini menambahkan mengapa shalat dhuha yang dikerjakan pada waktu onta sudah kepanasan (Waktu menjelang tengah hari atau kira-kira seperempat jam sebelum adzan Dhuhur) disebut Awwabin, karena ia dikerjakan pada waktu padatnya aktivitas, maka dengan mengerjakan shalat di dalamnya menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh dalam  mencari ridha Allah ta'ala dari pada menuruti keinginan jiwa.
Sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa Awwabin digunakan sebagai istilah untuk shalat sunnah yang dikerjakan ba’da maghrib dengan bilangan tertentu.  Yakni dengan bilangan; dua raka’at, empat rakaat, enam rakaat, sepuluh rakaat, sampai dua puluh rakaat.  Penamaan ini berdasarkan sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang shalat 6 raka’at setelah maghrib maka akan ditulis sebagai golongan Awwabin.[4]
Manakah yang benar ?
Harus diakui bahwa pendapat pertama lebih didukung oleh dalil yang lebih kuat. Dan ini pula yang menjadi pendapat mayoritas ulama. Namun tidak menutup kemungkinan pula, bahwa keduanya bisa saja disebut Awwabin.
Dalam kitab Al Mausu’ah dikatakan : Shalat ini (shalat sunnah ba’da Maghrib) disebut Awwabin karena sebab adanya hadits diatas (Hadits riwayat Ibnu Umar). Dan ia juga disebut shalat ghoflah. Sedangkan penamaan shalat Awwabin tidaklah bertentangan dengan hadits shahihain dari perkataan Rasulullah n"Shalat Awwabin adalah apabila anak onta sudah merasa kepananasan di waktu Dhuha," karena tidak menutup kemungkinan keduanya sama-sama bisa disebut shalat Awwabin.[5]
Ini pula yang menjadi pendapat kalangan ulama Syafi’iyah, mereka memandang bahwa shalat dhuha dan shalat sunnah ba’da maghrib berserikat dalam nama Awwabin.[6]
Demikian juga para ulama lainnya cendrung tidak terlalu mempermasalahkan penyebutan Awwabin untuk shalat sunnah ba’da maghrib ini.[7]  
Hukum mengerjakan shalat Awwabin
Apakah shalat Awwabin disyariatkan ? Bila shalat awwabin yang dimaksud adalah sebagian dari shalat Dhuha, yakni shalat dhuha yang dikerjakan saat matahari sudah meninggi dan memanaskan pasir dan bebatuan, sehingga anak onta mengangkat kakiknya karena kepanasan. Maka telah jelas hukum dan pensyariatannya (silahkan untuk melihat pembahasan hal ini diedisi yang telah lalu : Hukum shalat dhuha).
Sedangkan apabila yang dimaksud dengan shalat Awwabin  ini adalah shalat ghoflah atau shalat ba’diyah maghrib, sebagaimana yang ditanyakan, berikut penjelasannya yang kami sarikan dari kitab al Mausu’ah :
“Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan fuqaha (para ahli fiqih) bahwa menghidupkan (dengan shalat) antara maghrib dan isya adalah sunnah. Menurut Syafi’iyah dan Malikiyah kesunnahannya sampai derajat sunnah muakkadah. Dan kalangan Hanabilah menguatkannya.[8]
Berapa jumlah raka’atnya ?
Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah raka’at shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan pada shalat Awwabin/Ghoflah/ ba’da Maghrib.
Pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang dianjurkan untuk dikerjakan antara dua shalat (maghrib dan isya) adalah 6 raka’at, ini adalah pendapat Abu Hanifah, dan ini pula pendapat yang rajih dari mazhab Hanabilah.  Dalil yang digunakan adalah dalil dari Ibnu Umar diatas (“Barangsiapa yang shalat 6 raka’at setelah maghrib maka akan ditulis sebagai golongan Awwabin).
Kalangan mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa paling sedikit ia dikerjakan dua raka’at dan yang paling banyak 20 raka’at. Dalilnya yang digunakan adalah sebuah hadits "Barangsiapa shalat 20 rakaat setelah maka Allah mambangun rumah di sorga untuknya." (HR Tirmidzi)
Sedangkan kalangan Mazhab Malikiyah tidak membatasi jumlah raka’atnya, namun yang terbaik menurut mazhab ini adalah dikerjakan sebanyak 6 raka’at.
Sedangkan sebagian ulama lainnya menolak pembatasan shalat ini menjadi bilangan tertentu.  Mereka menganggap hal ini tidak perlu dilakukan  karena hadits-hadits yang menerangkan pembatasan jumlah raka’at shalat sunnah antara Maghrib dan Isya semuanya lemah.
Bagaimana dengan kalangan yang mempermasalahkan kesahihan hadits-hadits bilangan shalat ini?
Harus diakui bahwa hadits yang menyatakan jumlah bilangan tertentu raka’at dari shalat ini semua dha’if. Sehingga sebagian ulama kemudian menolak mengamalkan shalat sunnah ini melebihi dua raka’at.
Namun mayoritas ulama berpendapat bahwa hadits-hadits dha’if tersebut dipandang bukan sebagai hadits ahkam (hukum) yang melandasi sebuah amalan, dalam hal ini shalat Awwabin, tetapi hanya sebagai fadhilahnya.
                Diantaranya apa yang dijelaskan oleh Imam Shaukani dalam Nailul Autar setelah menyebutkan hadist-hadist tentang bilangan raka’at shalat ba’diyah maghrib ini, beliau menjelaskan hadist-hadistnya memang semuanya dha’if (lemah), namun semuanya bermakna penganjuran memperbanyak shalat sunnah ini.[9]
Kesimpulan
Ulama berbeda pendapat tentang penamaan Awwabin untuk shalat sunnah antara Maghrib dan Isya. Sebagian membolehkan sebagian yang lain menolak. Yang menolak beralasan bahwa penaman ini hanya untuk shalat dhuha  yang dikerjakan diwaktu tertentu.
Ulama sepakat bahwa shalat sunnah ini paling sedikit dikerjakan 2 raka’at. Namun mereka berbeda pendapat tentang bilangan raka’at yang mustahab (disukai) untuk dikerjakan.  Namun diketahui bahwa jumhur ulama berpendapat maksimal 6 raka’at.
Selesai. Wallahu a’lam.


[1] Syarah Shahih Muslim li an-Nawawi no. 1237, Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (27/133).
[2] Subul al-Salam, (2/293)
[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (27/134).
[4] Dikatakan hadits ini disebutkan dalam Syarah Fath al Qadir, lihat Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (2/273)
[5] Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (2/238).
[6] Mughni al Muhtaj (1/225)
[7] Nail al Authar (3/55), Fath al Qadir (1/317), al Iqna’ (1/108).
[8] Al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah (2/237).
[9] Nail al Authar (3/55).

DALIL SHALAT BIRRUL WALIDAIN

Shalat birrul walidain bermula dari hadits Nabi,
عن أبي هريرة  عن النبي  قال من صلى ليلة الخميس ما بين المغرب والعشاء ركعتين يقرأ في كل ركعة فاتحة الكتاب وآية الكرسي خمس مرات وقل هو الله أحد خمس مرات والمعوذتين خمس مرات فإذا فرغ من صلاته استغفر الله تعالى خمس عشرة مرة وجعل ثوابها لوالديه فقد أدى حق والديه عليه وإن كان عاقا لهما وأعطاه الله تعالى ما يعطي الصديقين والشهداء (أخرجه ابو موسى المديني وأبو منصور الديلمي في مسند الفردوس بسند ضعيف جدا وهو منكر)
Nabi muhamad SAW bersabda, “Barang siapa yang melakukan shalat dua raka’at pada malam hari Kamis antara Magrib dan Isya’, dalam tiap raka’at membaca al-Fatihah, ayat kursi lima kali, al Ikhlas lima kali, dan al-Mu’awwidzatain juga lima kali kemudian setelah selesai shalat membaca istughfar 15 kali dengan tujuan dihadiahkan pada orang tuanya, maka dia termasuk orang yang sudah melakukan hak orang tuanya meskipun sebelumnya dia orang yang menentang kedua orang tuanya dan Allah akan memberikan sesuatu seperti halnya diberikan pada orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang jujur.” (HR Abi Hurairah)
Sabda baginda Rosululloh yang dilansir oleh Abi Hurairoh di atas masih menyisakan teka-taki dikalangan ulama. Sebagian dari mereka menganggap hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Madini dan Abu Mansur ad-Dailami dalam kitab musnadul firdaus sanadnya lemah bahkan termasuk hadits munkar. Hal ini menunjukkan shalat birrul wâlidain tergolong bid’ah dan tidak boleh dilakukan. Namun satu versi mengklaim pelaksanaan rirual ini telah mendapatkan legitimasi dari syari’at